Viral, Hype  

Kalis Mardiasih Tanggapi Polemik Pernikahan Gus Zizan dan Syifa

Screenshot 20241006 135450 Instagram
via instagram @bunda_aliyya

Orlet, Kalis Mardiasih – Kalis Mardiasih yang merupakan seorang penulis, aktivis serta pemengaruh Indonesia turut menyuarakan pendapatnya terkait perdebatan sengit dikalangan pengguna media sosial perihal pernikahan publik figur, Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa yang dinilai melanggar ketentuan UU pernikahan di Tanah Air yakni batas usia minimal menikah adalah 19 tahun.

Screenshot 20241008 060036 Instagram
via instagram @kalis.maediasih

Kamila Asy Syifa diketahui masih berusia 17 tahun. Tentu ia dianggap sebagai anak dibawah umur yang tidak seharusnya menjalani pernikahan. Terlebih lagi, sebagai seorang influencer yang dikenal dan memiliki banyak penggemar dari kalangan muda, dikhawatirkan akan membuat mereka turut menormalisasi pernikahan dini yang tidak sesuai dengan himbauan pemerintah.

Terkait perkara tersebut, menyebabkan Gus Zizan, Kamila Asy Syifa serta keluarga besar mereka jadi sasaran empuk hujatan warganet walaupun tak sedikit pula yang mendukung mereka. Ibunda Kamila Asy Syifa pun sempat memberikan pembelaan melalui instastory.

Screenshot 20241007 204651 Instagram
via instagram @bunda_aliyya

Hal itu membuat Penulis ternama, Kalis Mardiasih memposting video penjelasan panjang lebar lewat akun instagramnya @kalis.mardiasih. Seperti inilah kata beliau dalam video part 2.

Screenshot 20241006 135510 Instagram
via instagram @bunda_aliyya

“Lalu, perkawinan usia anak biasanya dikasih pembenaran lewat riwayat perkawinan Aisyah RA atau tokoh-tokoh lain zaman dulu yang juga menikah usia anak seperti misalnya Cut Nyak Dien atau Siti Oetari. Let’s go kita cek satu-satu ya,” ucap perempuan kelahiran 1992 tersebut.

Dia menjelaskan lebih jauh, bahwasannya pernikahan anak di bawah umur pada tahun 2024 tidak bisa dibandingkan dengan riwayat yang berasal dari abad ke-6, tahun 1800-an bahkan tahun 1921.

“Perkawinan Sayyidah Aisyah terjadi pada abad ke-6. Saat itu kondisi sosiologis masyarakat Arab masih membunuhi bayi perempuan, anak perempuan jadi korban perbudakan seksual, bahkan dijadikan ‘hadiah’ tawanan perang yang digilir untuk pimpinan kabilah satu ke kabilah yang lain. Rasulullah harus memberikan sikap dengan cara beliau menyelamatkan kemanusiaan perempuan dengan menikahi dan memberikan hak yang pantas dalam pernikahan yang pada abad tersebut sudah pencapaian yang revolusioner”.

Kalis Mardiasih kembali menegaskan bahwa saat itu masyarakatnya masih jahiliyyah. Sedangkan pada masa Cut Nyak Dien yang menikah tahun 1862, Kalis Mardiasih mengatakan masyarakat kita kala itu lebih banyak memikirkan cara untuk merdeka dari penjajah kulit putih lewat perang bersenjata hingga belum ada waktu berpikir mengenai batas usia minimal pernikahan. Yang terpenting mereka bisa hidup, bisa mempertahankan keturunan sehingga yang penting kawin dan hamil dulu. Sebab pada waktu itu angka harapan hidup sangat rendah akibat perang, kelaparan, gizi buruk, penyakit yang tidak dapat diobati. Sangat berbeda dengan keadaan sekarang.

Read More :  Kesha Ratuliu Melahirkan Anak ke-3, Netizen: Hebat Banget Mica!

“Tahun 1921, kebutuhan manusia Indonesia adalah mikir cara merdeka lewat pergerakan orang-orang yang sudah lebih terdidik,” ungkap Kalis.

Kemudian beliau berkata karena terdidik itulah kaum ibu dan istri pada zaman tersebut sudah mengorganisir diri lewat berbagai konggres perempuan untuk melawan perkawinan usia anak. Para ibu dimasa itu peduli pada pendidikan perempuan. Berpikir cara menghasilkan bidan perempuan lebih banyak lagi sebab angka kematian ibu dan anak sangat tinggi serta para ibu terdidik sudah melawan perkawinan poligami.

“UU Nomor 1 Tahun 1974 yang direvisi tahun pada tahun 2019 yang ngasih batas usia minimal perkawinan adalah 19 tahun itu yang bikin adalah Maria Ulfah Santoso, perempuan sarjana pertama dari Ilmu Hukum Universitas Leiden Belanda. Bu Maria memperjuangkan naskah akademik Undang-Undang ini dari tahun 1950-an ya. Kerasa ya perbedaan perjuangan ketika negara sudah semakin terdidik,” terang Kalis Mardiasih.

Beliau menuturkan jika sekarang kita hidup di tahun 2024, sudah lewat dari masa jahiliyyah yang masih gelap-gelapnya, masa perang bersenjata atau masa memberantas buta huruf jelang merdeka.

“Jadi, zaman sekarang kita sudah sampai juga otak dan waktu kita sebagai manusia buat mikirin hal-hal yang lebih penting tentang perkawinan, bukan sekedar asal halal saja tapi juga memikirkan kesehatan seksual dan reproduksi, healthy relationship sampai kesehatan mental pula belum lagi pembangunan manusia berkelanjutan. Mungkin, kalendernya bisa diganti dulu ya. Jadi yang mensupport perkawinan usia anak itu ngak usah jauh-jauh deh bayangin hidup di abad ke-6, tahun 1800-an atau awal tahun 1900-an cuma untuk cari pembenaran,” kata istri Agus Mulyadi tersebut.

Terakhir, perempuan berusia 32 tahun itu berujar bahwa membahas pencegahan perkawinan usia anak bukan karena julid dan bukan memakan bangkai tapi karena kita semua adalah bagian dari orang-orang terdidik, orang-orang yang beragama dengan tafsir kemajuan dan kemaslahatan, orang-orang yang menyebarkan ilmu yang baik untuk sesama. Beliau memberikan semangat kepada semua orang untuk tetap mengedukasi pencegahan perkawinan usia anak.

Read More :  Pesona Yasmin Napper Kenakan Tais Timor Banjir Pujian
Screenshot 20241008 062725 Instagram
via instagram @kalis.mardiasih

Bagaimana menurut kalian mengenai penjelasan dari Kalis Mardiasih? Kalian bisa melihat video penjelasan beliau part 1 di sini https://www.instagram.com/reel/DA0XZkdyJpl/?igsh=d21ud2NjNTRhbHh2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *