Setiap pertemuan pasti ada tujuan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu pertemuan kita untuk saling mengenal. Entah itu hanya sekedar singgah lalu berpisah.
Atau bertemu memang untuk saling menetap untuk bersama. Apapun itu, setiap pertemuan pasti ada alasan dibaliknya. Dan apapun itu, Tuhan pasti mempertemukan kita dengan seseorang karena ada tujuannya. Tuhan itu maha mengetahui, sementara kita tidak.
Setiap orang datang dan pergi di hidup kita. Dan mungkin, hanya beberapa saja yang akan tinggal dan menetap. Bahkan kita pun tak pernah tahu kepada siapa nantinya hati ini akan menetap.
Bahkan seseorang yang kita harapkan untuk bisa menetap pun, jika Tuhan berkata dia bukan lah jodoh yang Tuhan kirimkan untuk kita, sampai kapan pun tak akan menjadi milik kita. Meskipun kita merasa ada kecocokan yang teramat sangat kepadanya.
Daftar Isi
- 1 Nyatanya kita ditakdirkan cukup sebagai teman, bukan sebagai pasangan
- 2 Bisa Gak Kamu Lebih Peka Lagi, Kalo Aku Inginnya Kamu Tahu Tanpa Diberitahu?
- 3 Keputusan Terbaik Agak Sulit Dihasilkan Oleh Orang yang Plin-Plan.
- 4 Ini Semua Bukan Tentang Kamu Atau Aku yang Banyak Kekurangannya, Tapi Bagaimana Sikap Kita Dalam Menghadapi Kekurangan Kita Masing-Masing.
Nyatanya kita ditakdirkan cukup sebagai teman, bukan sebagai pasangan
Berawal dari teman, terlanjur menjadi nyaman, lalu menjadi pasangan. Atau berawal dari teman, dan pada akhirnya tak bisa untuk disatukan. Itu adalah dua kemungkinan yang bisa kapan pun terjadi dan bisa kita alami.
Dan mungkin ini lah yang aku rasakan saat ini. Aku dan kamu hanya bertemu untuk saling mengenal, namun tidak untuk saling memiliki dan menjadi pasangan. Kamu hadir di hidupku hanya untuk sekedar singgah. Singgah sebentar untuk mengenal dan mengajarkan.
Diri ini sudah terlanjur nyaman. Dan mungkin kamu pun merasakan hal itu. Tapi Tuhan nyatanya mempertemukan kita bukan untuk menyatukan kita sebagai pasangan. Kamu hadir hanya untuk mewarnai hidupku.
Kamu hadir hanya untuk menjadi memori yang mungkin tak akan pernah terlupakan. Dan kamu hadir untuk menjadi cerita indah untuk dikenang. Iya, hanya sebatas itu.
Perihal takdir juga tak bisa kita lawan. Semua sudah ditetapkan sedemikian rupa oleh Sang Pencipta. Kita mungkin bisa saja mengharapkan dan menginginkan semua sesuai rencana. Namun tetap, Tuhan lah yang akan menentukan itu semua. Tuhan lebih tau itu baik atau tidak untuk hambanya. Sementara tugas kita hanya berencana, berusaha, dan berdoa. Setelahnya, biarlah semesta yang memutuskannya.
Begitupun perihal pertemuan aku dan kamu. Sebagaimana pun kita ingin bersama. Jika memang kita tidak ditakdirkan untuk bersama, pada akhirnya kita hanyalah dua orang yang sempat saling mengenal dan menaruh rasa.
Tapi tidak untuk saling memiliki satu sama lainnya. Sebab kehendak semesta tidak bisa kita paksakan bukan? Sebab kita hanya untuk dipertemukan, bukan untuk disatukan.
Aku hanya percaya, bahwa ketika Tuhan mempertemukanku pada seseorang, pasti ada alasan dibalik itu semua. Sekarang hanya tergantung bagaimana aku menyikapi setiap pertemuanku dengan orang-orang. Jika memang kita dipertemukan hanya sebatas teman, setidaknya kita paham bahwa setiap hal itu juga tak baik untuk dipaksakan. Sebab takdir juga tak baik untuk dilawan.
*****
Bisa Gak Kamu Lebih Peka Lagi, Kalo Aku Inginnya Kamu Tahu Tanpa Diberitahu?
Terkadang, kamu juga ikut-ikutan menyebalkan, manakala aku merasa kalau kamu kurang menghargai apa yang aku lakukan, padahal itu semua juga demi kamu.
Huh! Bisa nggak sih, kalau kamu itu lebih peka lagi, kalau aku inginnya kamu tahu tanpa diberitahu? Bukan dengan kelakuan kanak-kanakku semisal lebih banyak berdiam diri, yang terpaksa aku lakukan untuk membuat kamu mencari tahu dengan bertanya ‘kenapa?’ yang anehnya sekaligus membuatku serba salah harus menjawab apa, dan akhirnya seringkali aku jawab dengan ‘nggak kenapa-napa’, ditambah muka cemberut karena kesal.
Kanak-kanak sekali, bukan? Tapi terkadang, kita memang harus kekanak-kanakan untuk lebih disayangi orang lain. Dalam perkara ini, orang yang dimaksud ya kamu. Apalagi, itu termasuk dalam peran kamu selaku suami, bukan? Aku dan kamu punya hak dan kewajiban untuk memanjakan dan dimanjakan di beberapa kondisi. Jadi, tak apalah jika sesekali aku menuntut hak-ku itu kepada kamu. [Kutipan Buku Genap]
Keputusan Terbaik Agak Sulit Dihasilkan Oleh Orang yang Plin-Plan.
Aku juga suka dengan ketegasan kamu. Ketegasan yang disampaikan bukan dengan nada tinggi atau marah-marah. Ketegasan yang disampaikan dengan santai tapi mengena. Well, salah satu kriteriaku memang ingin punya suami yang tegas. Karena salah satu peran penting suami selaku imam adalah memberikan keputusan-keputusan terbaik dalam kehidupan rumah tangga.
Baik yang berhubungan dengan diri sendiri, istrinya, atau anak-anaknya. Dan keputusan terbaik agak sulit dihasilkan oleh orang yang plin-plan alias tidak tegas. [Kutipan Buku Genap2]
Ini Semua Bukan Tentang Kamu Atau Aku yang Banyak Kekurangannya, Tapi Bagaimana Sikap Kita Dalam Menghadapi Kekurangan Kita Masing-Masing.
Kita memang tak pernah tahu siapa ditakdirkan untuk siapa, tapi takdir tak selalu berupa intervensi Tuhan terhadap makhlukNya.
Ada juga takdir yang disebut dengan sunatullah, takdir berupa hasil dari apa yang kita usahakan. Siapa jodoh kita memang sudah tercatat rapi di lauhul mahfudz sana, tapi bagaimana seseorang sampai pada jodohnya tentu saja tergantung dari usahanya. Jika belum sampai, mungkin itu adalah kode, kalau ada sunatullah yang belum dipenuhi, ada ikhtiar yang masih belum disempurnakan, ada doa yang tak sempat dilantunkan.
Bahkan jika merasa segala upaya sudah dicoba, tapi tak kunjung jua sampai pada jodohnya; tetaplah berusaha dan berdoa. Jangan khawatir, karena ada pahala dalam setiap doa dan usaha, ada sederet kesabaran dalam proses menunggu, ada kekuatan yang tersembunyi dibalik ujian.
Tetaplah berusaha, Sayang. Sambil menyerahkan segala urusan pada-Nya, maka yang terbaik akan datang dalam kehidupan kita. Entah itu urusan jodoh, atau yang lainnya. [Kutipan Buku Genap]