Akhirnya kita akan bicara juga, dari hati ke hati. Jujur, aku masih belum terlalu siap mendengarkan kata-kata darimu, misalnya bagaimana jika kamu mengungkapkan rasa marah dan kecewamu padaku, yang selama ini kamu lempar dengan isyarat pandangan dan perlakuanmu yang tak lagi kurasa sama.
Aku takut dengan pahitnya kebenaran yang akan datang dari mulutmu. Aku takut hati yang sudah mulai terbuka ini tertutup lagi. Tapi jauh di dalam lubuk hatiku, aku juga ingin kamu cepat sampai, agar perasaan yang campur aduk ini segera usai. [Kutipan Buku Genap3]
Aku bukan remaja lagi yang bisa kamu buat berbunga-bunga dengan kata cinta. Aku butuh kepastian untuk dimiliki dan diakui. Bukan hanya sekedar dicintai, tanpa status yang tidak pasti. Kamu minta aku menunggu. Sudah hampir dua tahun aku menunggu kepastianmu.
Kamu bilang kamu belum siap, tunggulah sampai kondisimu di titik mapan. Sudah Kutegaskan kepadamu, aku lebih suka berjuang bersamamu menuju titik itu, daripada menunggumu sampai padanya. [Kutipan Buku Menata Hati]
Aku Tahu Betapa Sulitnya Untuk Mengalah, Karena Perihal Rasa dan Ego Kadang Tak Bisa Ditawar.
Betapa berat rasanya ketika aku harus menunda keinginanku dan mendahulukan keinginan kamu, padahal apa yang aku inginkan itu sudah lama aku nantikan. Betapa aku kesulitan untuk mengerti siapa dan bagaimana sebenarnya kamu. Betapa menyebalkan melihat sikap dan sifat kamu yang nggak aku banget.
Dan betapa semua itu terasa indah, ketika aku sampai pada pemahaman bahwa saling menerima adalah syarat mutlak untuk mendapatkan kebahagiaan, bagi sepasang manusia yang saling menggenapi. [Kutipan Buku Genap]
Lagipula, sehebat apapun tempat yang dituju atau hal yang kita inginkan; perjalanan, proses, selalu menyuguhkan pelajaran dan pengalaman yang lebih bermakna ketimbang tujuan itu sendiri.
Cuma kadang kitanya enggak sadar aja, merasa kalau tujuan itu satu-satunya hadiah atau berkah dari Allah. Padahal selama perjalanan, Allah sudah memberikan kita banyak hadiah yang jauh lebih berharga dan bermakna dari tujuan itu sendiri. [Kutipan Buku Menata Hati]
Diperlukan Serangkaian Konflik Beraneka Rupa Untuk Menimbun Banyak-Banyak Kesabaran.
Diperlukan beberapa kali penolakan untuk benar-benar menyadari, bahwa menerima adalah pilihan yang terbaik. Diperlukan beberapa kali sakit hati dan kecewa untuk meyakini, bahwa keikhlasan selalu menjadi muara terbaik setiap rasa.
Diperlukan serangkaian konflik beraneka rupa untuk menimbun banyak-banyak kesabaran. Diperlukan beraneka macam masalah untuk lebih memahami apa itu tanggungjawab. [Kutipan Buku Menata Hati]
Benarkah Pengertian dan Perhatian yang Diberikan Oleh Laki-Laki Kepada Pasangannya Itu Selalu Karena Perasaan. Misalnya Sayang atau Cinta?
Pasti ada saat-saat dimana perhatiannya laki-laki kepada perempuannya itu lebih pada karena kondisi. Agar tidak marah. Agar tidak cemberut. Agar keinginannya disetujui. Males berkonflik. Bosan dituntut ini-itu. Atau hal-hal lainnya yang bermuara pada; agar kondisi dan suasananya jadi lebih baik lagi. Iya, kan?
Terkadang perhatian dan pengertian memang tidak melulu perihal cinta. Toh, kita tidak selalu dalam kondisi mencintai pasangan hidup kita, kan? Adakalanya rasanya bukan cinta. Tapi kesal, benci, marah, lelah dan perasaan-perasaan lainnya. Tidak melulu cinta. [Kutipan Buku Genap2]
****