Tersesat di Usia 20-an: Berhenti Jadi Kayu Hanyut, Mulai Jadi Kapal Sendiri!

Tersesat di Usia 20-an
Tersesat di Usia 20-an

Masa muda seharusnya identik dengan semangat membara, namun mengapa banyak anak muda justru merasa hampa, kehilangan arah, dan gairah hidup? Fenomena “Aku yang Sudah Lama Hilang” ini diulas tuntas oleh psikolog dan penulis, Nagu Tejena, dalam podcast Suara Berkelas.

Ternyata, rasa lelah dan kehampaan di usia dewasa adalah fase yang wajar, namun bukan takdir yang harus diterima. Kuncinya? Berhenti jadi kayu hanyut yang diombang-ambingkan tuntutan, dan mulailah kemudi kapal Anda sendiri.

1. Perangkap “Kayu Hanyut”: Mengapa Kita Kehilangan Semangat?

HONOR Magic V5
HONOR Magic V5

Nagu Tejena menjelaskan bahwa kehidupan dewasa jauh lebih kompleks. Dulu, tantangan hanya seputar sekolah dan bermain. Sekarang, kita dihadapkan pada pekerjaan, cicilan, tanggung jawab keluarga, hingga tekanan psikologis.

Hilang Jati Diri: Ini terjadi ketika kita membiarkan lingkungan yang menyetir hidup kita. Sekolah karena disuruh orang tua, kerja karena tuntutan sosial, menikah karena didorong pasangan. Kita seperti sepotong kayu yang hanya mengikuti arus sungai—sebuah hidup tanpa arah.

Cara Reset Diri: Temukan tujuan atau mimpi yang ingin Anda kejar. Mimpi, meskipun terdengar naif dan belum tentu terwujud, adalah pemicu utama agar Anda punya alasan kuat untuk bangun pagi dan bergerak.

“Punya mimpi ini yang buat kamu bangun. Kamu selangkah di depan orang-orang yang bahkan tidak pernah mencoba.”

2. Berkompromi dengan Musuh Terbaik: Anxiety dan Malu

Anak muda saat ini sering dilanda kecemasan (anxiety) dan rasa malu (embarrassment) yang melumpuhkan. Namun, Nagu menawarkan perspektif yang berbeda tentang emosi ini:

Read More :  Tak Hanya Bikin Rambut Lebat, Inilah 7 Manfaat Kemiri Untuk Kulit dan Wajah

A. Anxiety Bukan Musuh, Tapi Pendorong

Penyebab: Kecemasan muncul karena otak kita melihat ke masa depan, memproyeksikan potensi diri sekaligus segala kemungkinan kegagalan (What could go wrong).

Fungsi: Anxiety itu esensial. Ia mendorong kita untuk mempersiapkan segalanya sebaik mungkin demi merealisasikan potensi penuh. Ini adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, bukan alasan untuk menyerah.

B. Lawan Rasa Malu, Raih Resilience

Seiring dewasa, kita kehilangan daya tahan (resilience) seperti anak kecil. Kita berhenti mencoba karena takut malu atau membuat kesalahan.

Akar Masalah: Rasa malu yang melumpuhkan muncul karena kita lebih menghargai penilaian orang lain terhadap diri kita, daripada penilaian kita sendiri.

Solusi: Anda harus terbuka untuk merasakan perasaan sakit, takut, dan malu. Kemudian, kuatkan suara batin Anda: yakini penilaian positif terhadap diri sendiri. Jangan biarkan self-worth Anda dikalahkan oleh asumsi 1000 penonton (public speaking).

3. The People Pleaser: Cinta Diri Bukan Berarti Egois

A Mother’s Mirror Episode 3
A Mother’s Mirror Episode 3

Mengapa begitu sulit mengatakan “Tidak”? Kecenderungan menjadi people pleaser (berusaha menyenangkan semua orang) ternyata berakar pada ketakutan diri sendiri.

Bukan untuk Orang Lain: Akar people pleaser bukanlah pengorbanan suci untuk orang lain, melainkan ketakutan agar tidak dicap negatif (cuek, tidak sopan, pelit) oleh masyarakat. Ini tentang kebutuhan untuk diterima, bukan tentang kebahagiaan orang lain.

Self-Love vs. Egois:

Egois: Mengutamakan diri sendiri sambil merendahkan orang lain.

Self-Love: Mengutamakan diri sendiri, tapi tetap menganggap orang lain sama pentingnya. Ini tentang memastikan diri Anda juga “penting,” sama seperti orang tua, pasangan, atau teman Anda.

4. Jati Diri di Era Personal Branding

Di tengah gempuran media sosial yang menampilkan kesempurnaan dan persona yang dipoles, bagaimana cara menemukan jati diri yang sejati?

Read More :  Diam-Diam Sukses: Mengapa Kesabaran dan Konsistensi Adalah Kekuatan, Bukan Kelemahan

Otentik vs. Ideal: Jangan habiskan waktu membangun persona yang ideal tapi palsu, yang sewaktu-waktu bisa terkuak. Mulailah dengan menunjukkan diri Anda yang otentik—dengan segala kekurangan dan struggle-nya—kemudian bekerja keraslah di depan publik menuju versi terbaik Anda.

Kekuatan Relatability: Orang-orang saat ini bosan dengan kesempurnaan. Kisah perjalanan (journey) dan kegagalan yang dibagikan dari bawah justru lebih disukai dan menjadi sumber motivasi. Jadilah diri sendiri, dan Anda akan menarik orang-orang yang memiliki masalah yang sama.

Nasihat Pamungkas untuk Anak 20-an:

Nagu Tejena menutup diskusi dengan sebuah best advice yang jarang disadari:

“Di usia 20-an, kalian memiliki kemewahan untuk gagal (afford to fail). Saat ini, kalian belum punya tanggungan atau risiko sebesar orang usia 30-an ke atas. Mencoba sama dengan membeli pengalaman. Di usia 20-an, lebih menarik dan bermanfaat beli pengalaman daripada beli pengakuan.”

Jadi, jangan takut memulai bisnis, mengejar beasiswa, atau mencoba hal baru. Karena ketika Anda merasa tidak punya apa-apa, sejatinya Anda juga tidak punya apa-apa untuk dihilangkan.

Apakah Anda ingin saya membuatkan artikel lain dengan tema serupa, misalnya tentang cara mengatasi kecemasan berlebihan, atau tips praktis untuk membangun self-love?

Kamu juga bisa membaca artikel menarik kami lainnya seperti Rahasia Mesin Uang Pasif : 7 Hal Krusial yang Gak Pernah Kamu Pelajari di Sekolah!

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *