Rumah tak hanya sekedar bangunan dengan tiang dan atap yang meneduhkan. Karena rumah bisa jadi adalah seseorang yang membuatmu kembali temukan dirimu yang sesungguhnya.
Hari ini terik. Tumpukan berkas yang harus ku selesaikan terasa tak ada habisnya. Hanya saja ini tanggung jawabku, seperti katamu aku harus menyelesaikannya sebaik mungkin.
Jarak kita kini terpaut ratusan kilometer. Pun waktu tak sering berpihak kepada kita untuk temu. Bercengkrama seperti kebanyakan orang di luaran sana. Tak hanya waktu, kita juga perlu moment yang tepat untuk dapat bertemu. Sulit ya? Tapi tak apa, kita berjanji untuk saling berusaha satu dengan yang lainnya.
Menatap layar ponselku setidaknya mengurangi lelah yang kini ingin buatku menyerah. Ada tawamu disana. Dengan mata sedikit terlihat sipit jadinya. Tetapi dengan ampuhnya ia mampu runtuhkan lelahku seketika.
Daftar Isi
- 1 Selayaknya Rumah, Kau Buatku Menjadi Versi Terbaikku Setiap Ku Berhadapan Denganmu
- 2 Tetaplah Menjadi Rumah, Yang Menjadi Tempat Berpulang Satu Sama Lain
- 3 Aku Telah Merelakanmu. Semoga Kita Bahagia Meski Tak Bersama Lagi
- 4 Tetapi Nyatanya, Ditengah Cerita Kamu Mulai Berbeda. Entah Karena Alasan Apa, Jarak Kita Mulai Terbentang Semakin Panjang
- 5 Kulepaskanmu Kini. Semoga Setelah Ini, Bahagia Kembali Ku Raih Walau Tak Bersamamu Lagi
Selayaknya Rumah, Kau Buatku Menjadi Versi Terbaikku Setiap Ku Berhadapan Denganmu
Aku sempat berpikir, harus seperti apa aku bersikap kepadamu. Ada rasa takut yang bisa saja buatmu menjauh tatkala aku salah bersikap ataupun berucap. Entah perihal apapun itu.
Aku bukan pengenal tentangmu yang baik. Apalagi kau tak pernah berkenan untuk bercerita banyak hal tentangmu. Aku seperti dihadapkan pada PR besar, untuk terus menyelamimu sebaik mungkin tanpa ku tahu cara terbaiknya.
Tetapi nyatanya, kamu tidak menuntutku menjadi seseorang yang bukan aku. Bersamamu, aku masih menjadi diriku sendiri. Dengan perlahan tapi pasti, kamu menuntunku untuk menemukan diriku. Menjadi aku yang baru dengan versi terbaikku.
Kamu adalah pendengar terbaik yang pernah ada. Yang menyediakan waktu begitu banyak untuk mendengarkan ku bercerita, berkeluh kesah, atau hanya berbagi hal yang hanya patut untuk di tertawakan. Tentunya, kamupun ikut tertawa bersama saat aku tertawa setelah usai bercerita.
Kamu adalah pendengar yang baik. Yang selalu menyediakan telinga dan sabar yang lapang setiap kali aku berkata. Kamu tak buru-buru memotong kata, atau memberikan label apa-apa sebelum ku usaikan segalanya.
Kamu adalah tempatku berpulang. Merebah karena lelah. Tempat ternyaman untuk bersandar, atau bahkan hanya untuk mencari setitik damai dari riuhnya kehidupan. Kamu adalah tempatku berpulang, menjadi seseorang yang tak perlu lagi berusaha begitu keras hanya untuk diterima di sekitar.
Yang memberikan kekuatan dikala ku tak lagi mampu berdiri di kakiku sendiri. Yang memberikan ku kepercayaan tatkala aku mulai tak lagi tahu dimana harus berpegangan.
Tetaplah Menjadi Rumah, Yang Menjadi Tempat Berpulang Satu Sama Lain
Menemukanmu setelah perjalanan panjang nan melelahkan adalah hal yang tak pernah terbayangkan. Seperti mata air ditengah dahaga, atau teduh setelah terik tak terhingga. Kamu hadir dengan perlahan, tak seperti kebanyakan orang yang datang dengan terburu-buru lalu pergi kemudian.
Hadirmu seperti hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan bersamamu hingga sejauh inipun tak pernah mampu ku duga.
Di balik banyaknya perbedaan yang ada, sifat yang membentuk kita, lalu cerita yang pernah terlampaui yang tak pasti mampu membuat kita bersama dalam waktu yang lama. Hingga pada akhirnya, kita memilih untuk tetap bersama, dan tinggal dalam waktu yang lama. Berusaha menyelami dan mengenali satu dengan yang lainnya.
Tetaplah menjadi rumah. Yang membuatku selalu ingin berpulang kearahmu di penghujung hari. Menjadi tempat yang selalu ingin ku tuju kemapun langkah kaki membawaku pergi.
Menjadi seseorang dengan banyak hal yang buatku menjadi lebih baik hingga nanti. Tetaplah menjadi rumah, hingga waktunya tiba tanpa jarak memisahkan kita, untuk berpulang pada cerita kita hingga akhir waktunya tiba.
*****
Aku Telah Merelakanmu. Semoga Kita Bahagia Meski Tak Bersama Lagi
Menemukanmu setelah lama sendiri adalah hal yang tak terbayangkan hingga kini. Perkenalan kita yang masih tertanam begitu dalam di memori masih sering membuatku tersenyum sendiri. Mengingat detail cerita, apa saja yang kita bicarakan, lalu bagaimana rasanya hari itu pada awal perjumpaan. Hingga kemudian hari-hari bersamamu menjelang. Berganti nama, dari sekedar teman kini berubah menjadi pasangan.
Aku masih sering merasa tak percaya. Dibalik banyaknya perempuan disekitarmu, kamu memilihku yang biasa saja. Yang ku pikir tak pernah sebanding dengan mereka. Sejak hari kita berjumpa, bahagiaku kini semakin lengkap rasanya.
Tetapi Nyatanya, Ditengah Cerita Kamu Mulai Berbeda. Entah Karena Alasan Apa, Jarak Kita Mulai Terbentang Semakin Panjang
Ditengah perjalanan kita bersama, entah karena apa, sikapmu mulai berbeda. Bertemu denganku mulai enggan, menoleh saat ku panggilpun kini kamu tak lagi mau. Padahal malam sebelumnya, kita menghabiskan waktu bersama, banyak bercerita, dan berbagi tawa. Aku bertanya-tanya, mungkin saja ada salahku yang tak ku sengaja. Bertanya kepadamupun tak pernah ku temukan jawabnya.
Hari berganti hari, sikapmu masih tetap sama. Atau bahkan semakin diam, dan menghindar dariku jika tanpa sengaja kita bertemu. Bahkan saat aku berusaha melunakkan sikapku kepadamu untuk tidak terus-terusan bertanya, sikapmu tetap sama acuhnya.
Ada perasaan lara yang terasa melihat sikapmu yang kini berubah adanya tanpa alasan yang ku tahu pasti penyebabnya. Menimbulkan tanya dan spekulasi memanjang yang tak ada habisnya.
Aku terus berusaha mencari tahu apa yang terjadi pada hubungan kita. Hanya saja kamu tetap memilih diam tak hendak bicara. Menurunkan ego yang tinggi pun sudah ku lakukan. meminta maaf kepadamu jika memang aku salah, tetap saja tak meubah keadaan yang ada.
Pun dengan memberimu jarak sejenak, mungkin saja yang kamu butuhkan adalah ruang sendiri untuk menyelesaikan masalahmu yang tak ku tahu pasti. Tetapi tetap saja, semua usahaku tak kunjung temukan jawaban pasti.
Kulepaskanmu Kini. Semoga Setelah Ini, Bahagia Kembali Ku Raih Walau Tak Bersamamu Lagi
Maaf jika kali ini, aku mulai lelah. Ku pikir, semua upaya telah ku kerahkan semampuku. Tapi tetap saja, sikapmu tak pernah berubah. Kulepaskanmu kini.
Walaupun ku tahu, melepasmu bukanlah hal yang ku inginkan. Tetapi aku yakin jika jalan yang kupilih adalah yang terbaik bagi kita, dan tentu bagimu. Karena setelah ku ucap pisah, ku lihat senyum bahagia itu kini terukir kembali di bibirmu kini.
Meski berat, ku ikhlaskanmu pergi. Karena ku tahu, hubungan kita tak lagi bisa bersatu lagi. Seingin apapun aku untuk kamu tetap tinggal. Jika memang kamu tak menginginkannya lagi, aku tahu tak ada yang perlu di paksakan, karena hubungan kita tercipta bukan dengan paksaan. Ia terbentuk karena ku pikir kita bersatu karena kecocokan yang kita temukan masing-masing.
Ku relakanmu pergi. Walau sulit ku lalui kini. Melepasmu juga berarti memberikan kesempatan untuk diriku meraih kebahagiaan yang baru. Walau tak lagi denganmu. Walau harus ku lalui hari sendiri lagi. Anggap saja ini pengorbanan untukku tuk raih kebahagiaan baru.
Karena terus-terusan menjalin hubungan dengan seseorang yang tak lagi ingin bersama, tak lagi kan ku rasa bahagia. Aku tahu, bisa saja besok masih ku rasakan lara setelah berpisah denganmu. Tetapi, sebelum bertemu denganmupun aku masih mampu membahagiakan diriku sendiri. Jadi kali ini, aku tahu cepat atau lambat bahagia itu kini kan menghampiriku lagi