Maaf. Hanya kata itu yang bisa aku sampaikan kepadamu. Maaf, jika kini aku harus menjaga jarak antara aku dan dirimu. Aku tak tahu lagi harus menjelaskan apa kepadamu.
Dan aku tak tahu apa yang membuatmu tiba-tiba berubah. Kamu yang kini tak lagi mau banyak bercerita kepadaku. Kamu yang selalu berkata baik-baik saja, saat aku bertanya apa kamu sedang ada masalah. Aku bukanlah orang yang bisa mengerti isi hati tanpa diutarakan. Aku butuh kamu menjelaskan apa yang kamu rasakan.
Apakah salahku, jika aku merasa kamu sebenarnya ingin kita berpisah? Bukan tak ada alasan pikiran itu tiba-tiba muncul dalam diriku. Semua sebab kamu yang aku rasa tak lagi seperti dulu. Lebih memilih banyak diam, tiba-tiba hilang tanpa kabar, dan mulai kurang menaruh peduli padaku.
Semua itu yang membuatku berpikiran kamu sebenarnya ingin menjauh. Entah lah, aku benar-benar tak tahu. Aku sudah letih untuk mempertanyakan itu kepadamu. Kita sudah terlampau sering berdebat sebab kesalahpahaman.
Maafkan jika aku memilih untuk menjaga jarak padamu. Maafkan jika aku tak lagi mencarimu saat kamu tak lagi memberi kabar. Maafkan jika aku memilih menjaga jarak ketimbang harus menyelesaikan apa yang sedang terjadi.
Aku bukan tak ingin menyelesaikan. Aku sudah pernah mencobanya. Tapi apa yang aku dapatkan? Hanya ketidakjelasan yang keluar dari mulutmu. Hanya kata “baik-baik saja” yang selalu saja kamu lontarkan.
Daftar Isi
- 1 Semoga dengan adanya jarak, membuat kita tak lagi saling mengingat
- 2 Maaf, Saat Ini Aku Tak Lagi Sendiri. Sudah Ada Penggantimu yang Aku Miliki
- 3 Dahulu aku memang pernah mengharapkanmu. Tapi kini, aku sudah menemukan penggantimu
- 4 Harusnya saat kamu memutuskan untuk pergi aku sadar, bahwa rasamu terhadapku perlahan pudar
Semoga dengan adanya jarak, membuat kita tak lagi saling mengingat
Jika kamu memang ingin pergi, aku tak akan menahanmu. Aku hanya ingin tahu alasanmu menjadi begini. Itu saja yang ku inginkan. Jika memang dengan membuat antara kita berjarak bisa membuat kita tak lagi saling mengingat, mungkin lebih baik kita melakukannya. Sebelum semuanya menjadi kacau. Sebelum pada akhirnya kita saling menyakiti.
Untuk apa aku bertahan dengan ketidakjelasan. Untuk apa aku selalu peduli, sementara kamu tak lagi ingin peduli. Untuk apa aku selalu mencari, sementara kamu sengaja tak ingin dicari, dan nyatanya lebih memilih untuk pergi.
Mungkin kini, kamu akan menemukan aku yang lebih memilih pasrah pada caramu. Bukan lagi aku yang dulu yang selalu berusaha untuk bertahan. Aku yang selalu berusaha untuk memperbaiki keadaan. Aku sudah lelah. Aku sudah pasrah. Sebab selalu saja menjadi orang yang mengalah.
Jika kamu beranggapan aku membencimu, kamu salah. Aku tak pernah membencimu. Jika kamu beranggapan aku marah, kamu pun salah. Sebab aku tak pernah marah.
Kini, aku hanya mencoba untuk menerima dan mengikuti jalanmu. Untuk mengikuti semua caramu. Jika kamu lebih memilih untuk seperti itu, mungkin dengan membuat kita berjarak bisa membuatku untuk tak lagi mengingatmu. Agar apa? Agar aku tak terlalu kecewa padamu nantinya.
Aku tak ingin lagi mempertanyakan maksutmu yang seperti ini. Aku lebih memilih menunggu kamu yang menjelaskan. Sebab aku pernah berusaha untuk mempertanyakan, namun bukan jawaban yang aku dapatkan.
Jikalau pada akhirnya kamu tak juga menjelaskan, sementara dengan berjarak membuat kita semakin berjauhan, mungkin memang itulah yang terbaik untuk kita lakukan. Dan semoga kelak kamu bisa sadar terhadap apa yang sudah kamu lakukan terhadapku.
*****
Maaf, Saat Ini Aku Tak Lagi Sendiri. Sudah Ada Penggantimu yang Aku Miliki
Hubungan kita memang sudah selesai. Kini, antara aku dan kamu tak ada lagi kata kita. Aku dan kamu sudah berjalan sendiri-sendiri. Kamu dengan kehidupan barumu, dan aku pun dengan kehidupan baruku. Kamu yang meminta hubungan kita dahulu untuk berakhir. Sudah tak ada lagi kecocokan katamu. Dan kamu pikir aku bisa dengan mudah melupakan semua tentang kita? Tentu tidak! Butuh waktu untukku agar bisa melupakan kenangan indah saat dulu kita bersama. Meskipun saat itu alasan kamu mengakhiri hubungan sebab tak ada lagi kecocokan. Bagiku, alasanmu itu terlalu klasik untuk dikatakan.
Awalnya memang berat bagiku untuk bisa menerima. Sebab aku sudah terlanjur sayang padamu. Sebab aku terlanjur jatuh hati padamu. Memintamu untuk bertahan saat itu hanyalah kesia-siaan. Karena kamu memilih untuk mengakhiri hubungan yang sudah kita jalankan. Untuk apa aku berjuang sendirian sementara kamu memilih untuk melepaskan. Kamu tahu bahwa menerima ini tak mudah untukku. Namun, setelahnya aku tersadar. Untuk apa mengharapkan seseorang yang tak lagi menaruh hatinya untukku.
Dahulu aku memang pernah mengharapkanmu. Tapi kini, aku sudah menemukan penggantimu
Jujur, aku memang pernah mengharapkanmu untuk kembali padaku. Harapanku kita masih bisa bersama dan memperbaiki hubungan yang pernah berantakan itu. Tapi harapanku hanya sekedar harapanku saja. Sebab nyatanya kamu tak pernah kembali lagi padaku. Kamu tak pernah lagi datang hanya untuk sekedar bertanya kabarku. Dan aku terlambat sadar bahwa kamu tak lagi pernah menaruh peduli padaku.
Aku memang merasa bodoh saat itu. Masih saja mengharapkanmu untuk kembali. Sementara kamu jelas-jelas tak pernah memberi sinyal akan kembali. Tapi, mau bagaimana? Rasa sayangku masih ada untukmu. Hingga akhirnya aku menemukan seseorang yang baru. Sehingga aku bisa kembali membuka hati. Dan akhirnya aku bisa melupakan semua tentangmu. Melupakan semua kenangan indah saat-saat kita bersama dulu.
Harusnya saat kamu memutuskan untuk pergi aku sadar, bahwa rasamu terhadapku perlahan pudar
Alasanmu mengakhiri hubungan sebab tak ada lagi kecocokan itu masih sulit aku terima. Aku merasa bahwa itu hanyalah alasan yang kamu ada-adakan saja. Bahwa sebenarnya kamu tak lagi ada rasa padaku. Bahwa rasamu terhadapku sudah memudar. Entah lah, aku pun tak tahu. Kamu tak pernah memberi ruang untuk kita menyampaikan apa yang kita rasa. Untuk sekedar mengutarakan apa yang mulai berubah dan telah berbeda. Hingga akhirnya kamu memilih untuk meninggalkanku saja.
Kecewa? Itu tentu. Sebab kamu yang aku kenal dahulu adalah orang yang mau berjuang bersama. Tapi kini? Seakan semua itu tak lagi aku temukan padamu. Mungkin memang yang terbaik adalah membuat kita berjalan masing-masing. Sebab memintamu bertahan malah akan membuat kita tak akan bisa untuk bertahan. Karena kamu yang tak lagi sayang. Karena rasamu yang sudah perlahan hilang.
Teruntukmu, terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku. Terima kasih pernah singgah, meskipun hanya sebentar. Maaf jika aku harus melupakan semua kenangan indah tentang kita. Maaf, jika saat ini aku tak lagi sendiri sebab sudah ada penggantimu yang aku miliki. Semoga kamu bisa bahagia dengan hidupmu yang baru. Dan begitupun sebaliknya denganku.