Obesitas bukan sekadar masalah penampilan, melainkan sebuah kondisi medis serius yang memanggul risiko kesehatan domino, dengan jantung sebagai organ yang paling terbebani. Dalam sebuah diskusi mendalam bertajuk “Obesitas, Beban Berat Bagi Jantung Anda?”, para pakar dari Siloam Hospitals TB Simatupang mengupas tuntas mengapa kelebihan lemak—terutama lemak perut—menjadi ancaman senyap bagi sistem kardiovaskular.
Daftar Isi
Lemak Viseral: Si “Pembungkus Organ” yang Paling Berbahaya

Dokter spesialis gizi klinik, dr. Christopher Andrian, M.Gizi, Sp.GK, menjelaskan bahwa tidak semua lemak diciptakan sama. Terdapat perbedaan mendasar antara lemak di bawah kulit (subkutan) dan lemak di dalam rongga perut (viseral).
“Lemak akan terdeposit dua tempat. Lemak di bawah kulit… mungkin akan terganggunya estetika aja. Kalau satu lagi adalah lemak viseral… dia ngebungkusi organ. Efeknya apa? Fatty liver, perlemakan di hati, perlemakan di jantung, di usus segala macam,” jelas dr. Christopher.
Bahaya lemak viseral diperkuat oleh dr. Ima Sakta, Sp.JP(K), spesialis jantung dan pembuluh darah. Lokasi lemak ini sangat menentukan:
“Lemak perut yang ada di abdomen itu dia… akan membanjiri muara dari darah… ke liver. Liver akan dibanjiri oleh senyawa free acid. Nah itu akan membuat liver untuk memproduksi faktor inflamasi… merusak pembuluh darah,” papar dr. Sakta.
Kerusakan pembuluh darah ini memicu terbentuknya plak (aterosklerosis), yang menjadi biang keladi utama serangan jantung dan stroke.
Jantung “Bekerja Keras Melawan Tekanan Darah”
Bagi jantung, obesitas adalah pekerjaan ekstra yang tak berkesudahan. Dr. Ima Sakta menggambarkan bagaimana tubuh dengan kelebihan berat badan menuntut performa lebih dari organ vital ini.
“Pada kondisi obesitas itu akan ada area tambahan yang harus disuplai darah dan nutrisi… Jantung akan bekerja lebih ekstra untuk memenuhi aliran ke sana,” kata dr. Sakta.
Beban kerja ini diperparah oleh dampak hormonal obesitas yang memicu hipertensi.
“Secara hormonal nantinya akan menyebabkan tekanan darah menjadi lebih tinggi… Jantung memompa darah melawan tekanan darah, jadi semakin tinggi tekanan darah, semakin berat kerja [jantung],” tambahnya.
Jika ini berlanjut, jantung akan mengalami remodeling (perubahan struktur) dan bahkan berisiko mengalami aritmia (gangguan irama jantung) akibat peradangan dari lemak yang mengelilinginya.
Solusi Komprehensif: Bukan Hanya Diet dan Olahraga
Menurunkan berat badan tidak cukup hanya dengan membatasi kalori. Dr. Christopher Andrian menekankan bahwa pendekatan harus bersifat holistik dan mencakup gaya hidup seutuhnya.
“Harus combine semuanya. Jadi enggak cuman dari diet sama olahraga doang. Harus kontrol stresnya juga dan juga harus… yang terakhir tidur,” tegas dr. Christopher.
Ia menyebut empat komponen kunci yang harus diperhatikan: Exercise, Nutrition, Control Stress, dan Tidur. Kualitas tidur menjadi sama pentingnya dengan asupan nutrisi. Ia juga mewanti-wanti agar tidak takut pada karbohidrat, asalkan jenisnya tepat, karena tubuh tetap membutuhkannya.
Penanganan Harus Personalized dan Multidisiplin
Para pakar sepakat bahwa program penurunan berat badan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu (personalized), bukan ikut-ikutan tren.
“Prinsipnya adalah untuk mentreat seseorang itu meal plan berbeda, kebutuhan setiap orang berbeda… Kita tidak bisa menerapkan semua diet itu sama,” jelas dr. Christopher, seraya menambahkan bahwa pengukuran komposisi tubuh (lemak, otot, air) menjadi kunci.
Intervensi medis akan disesuaikan dengan tingkat keparahan obesitas. Jika obesitas sudah disertai “rapor merah” pada hasil laboratorium (kolesterol, gula darah tinggi), kolaborasi multidisiplin antara dokter gizi, jantung, dan penyakit dalam sangat dibutuhkan.
Dr. Ima Sakta menutup dengan pesan penting: Capai Berat Badan Ideal dan Konsultasi!
“Kita pasti berharap kita temukan di saat obesitas ini belum menyebabkan kerusakan permanen. Jadi kita pengin mencegah sebelum terjadi penyakit yang permanen,” pungkas dr. Sakta.
Obesitas adalah lingkaran setan yang mengundang berbagai penyakit metabolik, mulai dari diabetes, hipertensi, OSA (ngorok), hingga serangan jantung. Kuncinya terletak pada kesadaran dan konsistensi dalam empat pilar gaya hidup sehat, serta mendapatkan evaluasi medis yang tepat agar tujuan hidup sehat dapat tercapai tanpa beban obat seumur hidup.
Kamu juga bisa membaca artikel menarik kami lainnya seperti Mengapa Kita Mudah Mengingat Hal Buruk? Rahasia Emosi, Memori, dan ‘Blink’ dari Sudut Pandang Neurosains
Response (1)