Sakit dan kecewa teramat dalam pasti kita rasakan, saat ternyata yang justru menyakiti, tak peduli dan meninggalkan luka adalah orang orang yang paling dekat atau terpecaya dalam hidup kita. Mereka justru orang orang yang berusaha kita bahagiakan, perjuangkan dan pertahankan sebaik mungkin dalam hidup. Tapi, malah menusuk dari belakang.
Ditambah lagi, jika rasa sakit itu hadir tanpa kejelasan yang jelas. Alasan kenapa mereka tega menyakiti, padahal kamu sudah berusaha untuk memperjuangkan mereka. Namun bersyukurlah, jangan pernah mengeluh pada kekurangan maupun rasa sakit.
Daftar Isi
- 1 Rasa Sakit Dari Orang Terdekat, Menyadarkanmu Bahwa Berharap Pada Manusia Pasti Kecewa
- 2 Rasa Sakit Dari Orang Terdekat Akan Mengajarimu Soal Ikhlas, Sabar, Maaf, Rela dan Tulus Yang Sebenarnya
- 3 Rasa Sakit Dari Orang Terdekat Akan Mengingatkanmu Bahwa Bahagiamu Itu Sebenarnya Hadir Dari Dirimu Sendiri, Bukan Tergantung Dari Orang Lain.
- 4 Untukmu yang Kini Menjadi Istri Orang, yang Memilih Berpisah Denganku Tanpa Kata Putus
- 5 Pacaran Bertahun-Tahun, Nyatanya Tak Bisa Menjadikan Kita Sebagai Pasangan Suami Istri. Kita Memang Hanya Bisa Berusaha, Toh Masalah Jodoh Tetap Tuhan yang Mengatur.
- 6 Namun sayangnya, Semua Rencana yang Telah Kita Bicarakan Dengan Apik. Kandas Begitu Saja, Ketika Rasa Sayang dan Setiamu Mulai Luntur.
- 7 Nyatanya, Di Hari Pernikahanmu Pun Kita Masih Berstatus Pasangan Kekasih. Selamat ya, Kamu Bisa Bersandiwara Seapik Ini.
- 8 Pada Akhirnya, Memasrahkan Semuanya Kepada Allah Adalah Jalan Terbaik. Bukankah Semua Ujian Ini Proses Pendewasaan Diri?
Rasa Sakit Dari Orang Terdekat, Menyadarkanmu Bahwa Berharap Pada Manusia Pasti Kecewa
Kita selalu diingatkan untuk mencintai dan memperjuangkan seseorang sewajarnya saja. Alasannya sederhana, karena jika kita terlalu berharap padanya, maka saat harapan itu tak jadi nyata. Maka kekecewaan yang akan kita rasakan akan terasa amat dalam.
Kita memang tetap bisa berharap dan menggantungkan hidup. Namun, tidak ada yang lebih baik selain Tuhan sebagai tempat sandaran dan berserah. Percayalah meski berharap pada manusia pasti berakhir kecewa, Tapi ketika kita tidak berhenti bersandar pada Tuhan semuanya akan lebih baik dan lebih bahagia.
Rasa Sakit Dari Orang Terdekat Akan Mengajarimu Soal Ikhlas, Sabar, Maaf, Rela dan Tulus Yang Sebenarnya
Faktanya kita memang butuh ujian, cobaan dan rasa sakit untuk terus bertahan dan belajar menjadi lebih baik lagi. Lewat rasa sakit itu, lebih lebih dari orang orang terdekat yang selalu kita perjuangkan. Kita akan diajari tentang makna ketulusan.
Kita sadar bahwa ternyata tak selalu apa yang kita berikan atau korbankan, akan dibalas sama. Bisa jadi justru yang kita dapatkan adalah rasa sakit dan kekecewaan. Lewat rasa sakit itu pula, kita belajar soal sabar dan ikhlas. Saat kita berusaha menyembuhkan diri dan kembali bersemangat menjalani kehidupan, maka mau tidak mau kita harus sabar dan ikhlas pada apa yang telah terjadi.
Merelakan apa yang harus direlakan, melepaskan apa yang pergi dan memaafkan hati maupun mereka yang telah menyakiti, agar kita bisa move on dan membuka lembaran baru.
Rasa Sakit Dari Orang Terdekat Akan Mengingatkanmu Bahwa Bahagiamu Itu Sebenarnya Hadir Dari Dirimu Sendiri, Bukan Tergantung Dari Orang Lain.
Saat kamu menjalin hubungan dengan siapapun di sekitarmu. Pasti, harapanmu adalah kamu bisa bahagia bersama mereka. Membangun hubungan yang ideal dan Samawa hingga menua. Namun, ketika kekecewaan itu hadir, kamu diingatkan bahwa sebenarnya bahagia itu bukan berasal dari orang lain. Tapi kamu harus memperjuangkannya sendiri.
Orang lain tidak lebih dari penyemangat, pembantu hingga penonton yang hanya mendukung, melihat, hingga mengomentari segala usahamu.
Sehingga, jangan pernah lagi berpikir bahwa dengan membuat suatu hubungan kamu akan bahagia dan bersyukur. Namun, jadikan hubungan yang kamu ciptakan untuk menambah semangatmu agar bisa lebih bahagia dan mensyukuri hidupmu.
****
Untukmu yang Kini Menjadi Istri Orang, yang Memilih Berpisah Denganku Tanpa Kata Putus
Teruntuk kamu yang pernah menjadi bagian hidupku bertahun-tahun. Berat rasanya aku ingin menceritakan semua ini, tapi mau bagaimana lagi. Kadang curhat menjadi solusi terbaik ketika dunia sedang tidak berpihak bukan?
Bukan untuk mengingat kisah bahagia yang pernah kita lewati selama kurang lebih tujuh tahun. Melalui ribuan kilometer jarak yang pernah kita lalui bersama dengan sabar dan modal percaya. Pada akhirnya pertemuan terakhir kita di stasiun Semarang menjadi terakhir kalinya, sebelum kamu memilih menikah dengan dia orang yang kamu jadikan kekasih dibelakangku tanpa aku tahu sama sekali.
Pacaran Bertahun-Tahun, Nyatanya Tak Bisa Menjadikan Kita Sebagai Pasangan Suami Istri. Kita Memang Hanya Bisa Berusaha, Toh Masalah Jodoh Tetap Tuhan yang Mengatur.
Hay sayang, (eh mantan). Masih ingatkah kamu bagaimana kita melalui hubungan asmara ini. Dari kita yang masih berstatus Mahasiswa, dimana tugas kuliah sudah menjadi bagian hidup yang tak pernah dipisahkan. Semuanya kita lalui dengan harapan suatu saat mendapatkan pekerjaan yang layak. Klise memang, tapi kenyataannya tanpa pekerjaan yang layak bagaimana bisa kita bahagia dengan segala tuntutan kebutuhan hidup yang semakin banyak.
Katanya memang cinta bisa menentramkan segalanya. Tapi aku percaya, sebesar apapun cinta itu, jika suatu saat keadaan ekonomi selalu mencekik, pasti masalah demi masalah akan selalu ada dan bisa jadi karenanya juga akan terjadi perpisahan yang tak diinginkan.
Namun sayangnya, Semua Rencana yang Telah Kita Bicarakan Dengan Apik. Kandas Begitu Saja, Ketika Rasa Sayang dan Setiamu Mulai Luntur.
Dibentangi ribuan kilometer, awalnya semua berjalan dengan lancar. Tak ada rasa kecurigaan sama sekali tentang dirimu yang akan mendua dengan diam-diam. Semuanya bisa kamu lakukan dengan apik bak artis sinetron. Aku tak pernah mengira jika kamu bisa melakukan semua ini tanpa ada rasa bersalah dan dosa sama sekali.
Bukannya aku menyesali perbuatanmu, hanya saja apa salahnya mengungkapkannya jika memang kamu sudah tak ingin bersama lagi. Setidaknya tak ada hati yang tersakiti separah ini? Perkara Move-on memang bukan hal yang sulit, untuk menghilangkan perasaan ini yang sudah terlanjur cinta begitu dalam untukmu memang tak semudah menghapus fhoto-fhoto kebersamaan denganmu. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, semua akan baik-baik saja.
Nyatanya, Di Hari Pernikahanmu Pun Kita Masih Berstatus Pasangan Kekasih. Selamat ya, Kamu Bisa Bersandiwara Seapik Ini.
Bagaimana perasaanmu jika kamu yang ada di posisiku? Kamu memang tak pernah memikirkan semuanya. Yang penting bagimu adalah bahagia dengan cara apapun, sedangkan aku harus menata hati yang sudah terlanjur sakit. Namun, menyesali semuanya bukanlah hal yang tepat karena memang hidup harus tetap berjalan tanpamu.
Setelah kamu memilih bahagiamu dengan cara yang berbeda dariku. Aku hanya bisa diam-diam mengucapkan selamat atas pernikahanmu dan rasa ingin tahuku tentang kepada siapa hatimu kau labuhkan justru menggebu. Apakah dia benar-benar jauh lebih baik dariku, lebih mapan dariku atau hanya memang sudah ada benih cinta lain yang terlanjur kalian tanam.
Pada Akhirnya, Memasrahkan Semuanya Kepada Allah Adalah Jalan Terbaik. Bukankah Semua Ujian Ini Proses Pendewasaan Diri?
Pada akhirnya aku sadar, bahwa sekuat apapun kita mencoba untuk menjaga orang yang di sayang. Bila pada akhirnya, Allah tak menakdirkan untuk bersama, semua akan berakhir begitu saja. Mungkin banyak yang harus kubahagiakan terlebih dahulu sebelum akhirnya mendapatkan yang terbaik untuk hidupku.
Yang aku yakini, bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Jika memang bukan kamu yang menjadi pasanganku, kelak akan ada dia tulang rusukku yang sedang menunggu untuk dipertemukan. Hanya masalah waktu saja.