Selepas apapun namanya yang pernah membuat kita dekat. Tuhan selalu punya alasan terbaikNya. Kenapa kita hanya sebatas dipertemukan dan “pernah dekat” lalu berjauhan.
Kenapa kita berjarak setelah sebelumnya seolah tak ada sekat. Kenapa kini seolah menjadi asing setelah sebelumnya terkesan ‘hangat’.
Sebab Tuhan sedang menjaga kita untuk tidak terjebak pada hubungan tanpa status yang penuh kebohongan. Sebab mungkin Tuhan sangat menyayangi kita untuk tidak larut dan patah pada perasaan yang belum jelas muaranya.
Aku pernah berucap padamu. Beri aku kepastian jika tidak mampu maka tinggalkan sebab diriku bukan tempat ‘uji coba’. Kepastian yang ku maksud bukan janji yang terucap dari lisanmu tapi ‘pembuktian’ dengan kamu bertemu kedua orangtuaku.
Pulanglah jika kamu datang hanya membawa nafsu. Pulanglah jika niatmu hanya sekedar membunuh rasa penasaranmu padaku.
Pergilah jika kamu belum bisa memberi jawaban. Jika nanti kamu berubah pikiran dan ingin kembali, akan aku persilahkan.
Tapi maaf aku tidak bisa memberi kepastian apakah hatiku masih kosong seperti dulu atau telah terisi nama seseorang dan itu bukan kamu.
Menjauhlah jika kamu belum siap menerima aku dengan segala kelemahanku. Sebab aku ingin seseorang yang mampu menerima aku apa adanya diriku tanpa perlu menjadi oranglain. Jangan membuat aku jatuh cinta jika kamu tidak berniat menikahi.
Tidak perlu memancing perasaanku jika tidak bertekad sampai akad. Tak perlu menawar kenyamanan bila berakhir hanya sebatas berteman. Berhentilah menarik ulur hatiku meyakiniku seolah akulah satu-satunya yang kamu perjuangkan. Hingga aku terus mengulur waktu untuk pergi melepaskan.
Hidup harus tetap berjalan, denganmu atau tanpamu. Aku mengenal diriku kapan ia akan berjuang dan siap melepaskan.
Aku belajar peka sebelum harapan tumbuh terlalu tinggi lalu kenyataan menghempasku jatuh berkeping-keping. Aku menjauh tepatnya menghilang sebelum hatiku dipatahkan hingga tak berbentuk. Hidupku akan tetap berjalan bersamamu ataupun tanpamu.
Melepaskan tidak selamanya buruk. Ada ruang bagiku untuk berbenah. Menata kembali kesiapanku. Menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Menyibukkan diri dengan banyak rutinitas yang penuh kebermanfaatan. Fokus kembali pada ‘tujuan-tujuan’ yang ingin aku capai sebelum kamu mengacaukannya.
Aku tak ingin menunggu dan tak ingin bertanggungjawab atas perasaanmu.
Aku tak ingin membuang waktuku dengan sia-sia. Semua perihal waktu. Bila nanti akhirnya kita tak bersama dalam takdirNya tak ada yang akan aku sesalkan. Sebab tidak semua yang kuinginkan harus aku dapatkan. Dan bersamamu adalah bukti nyatanya. Bila Tuhan menghendaki kita berjodoh akan selalu ada jalan dan waktu untuk kembali.
****
Terimakasih Telah Menempah Ku Berkali-kali Patah Lalu Utuh
Tidak aku lewati 365 hari yang kau beri tanpa jatuh bangun melatih mentalku untuk siap dengan setiap kejutannya. Kejutaan yang menguji kedewasaan dan imanku. Aku tidak diberi waktu untuk mempersiapkan diri . Semua serba tiba-tiba dan aku dipaksa SIAP.
Aku belajar menghargai setiap ucapan manusia. Meski menyakitkan dan memberi kecewa. Aku tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Aku belajar memaafkan membunuh dengan tega segala rasa ingin membalas. Tuhanku meminta untuk bersabar.
Menutup lisan dengan amat rapat. Aku diminta untuk ikhlas meski berat diawal kurasa. Aku dipaksa menerima sesuatu yang ingin ku tolak namun tak berdaya melawan Kuasa-Nya.
Aku melewati hari tanpa berhenti berdoa padaNya, meminta dengan sangat untuk diberi kekuatan melewati setiap badai yang datang begitu tiba-tiba dan cepat. Meminta dengan penuh kerendahan diri untuk mengobati luka yang mengangga pada Dia Yang Maha Menyembuhkan.
Aku diharuskan memilih diantara pilihan yang sulit. Aku diharuskan memutuskan diantara dua pilihan yang sama-sama ingin aku hindari. Menerima setiap konsekuensi dari apa yang aku putuskan. Aku lelah tapi tak di izinkan menyerah. Lukaku belum sembuh tapi aku dipaksa untuk terlihat baik-baik saja. Menampilkan tawa dan keceriaan dibalik hati yang berdarah-darah.
Aku menangis tergugu seorang diri dimalam yang sunyi penuh pasrah menghadap Rabb ku. Hanya pada-Nya tempat aku kembali meminta pertolongan.
Belum usia keterkejutan dengan apa yang aku putuskan, lagi aku dipaksa untuk melepaskan. Sesuatu yang tidak dicipta untuk aku miliki. Kecewa pasti, tapi mengemis dan menurunkan harga diriku tidak akan.
Berkali-kali aku dipatahkan , dihempas pada kenyataan yang pahit membuat aku semakin menyadari menjadi dewasa itu berat sekali.
Lagi-lagi aku dipaksa harus siap. Menahan segala emosi akan kenyataan yang aku hadapi. Aku lelah ingin menyerah. Tapi keadaan kembali tidak berpihak padaku.
Seseorang yang aku harapkan menopang ku saat terpuruk pun tak dapat diandalkan. Nyatanya dia pun ikut andil menambah luka.
Penghujung tahun ini aku membuka kembali catatan demi catatan kehidupan pahit dan manisnya. Aku menangis kalau mengingat betapa peliknya ketika ujian itu datang. Dan tersenyum-senyum setelah aku sadar diriku mampu melewatinya dengan cukup baik.
Syukurku berkali-kali bertambah meski akhirnya harus terluka dan berdarah-darah tapi aku mampu tetap berdiri dengan tangguh melewati setiap badai dan topan yang menerjang kehidupanku.
Duhai diri terimakasih telah menjadi kuat sepanjang tahun ini. Terimakasih telah menjadi pendukung terbaik yang aku miliki ketika beban dipundak kian berat. Kamu masih setia menopangnya. Kita hebat bukan ?.