Dulu yang dipastikan akan bersama akhirnya kandas di tengah jalan, belum sampai pada gerbang pernikahan sudah tidak lagi bersama karena ketidakcocokan diantara aku dan dia.
Dia menikah duluan, dan memberikan surat undangan itu dengan hati bahagia, sedangkan aku ? Entahlah . Yang menangis diam-diam membaca undanganmu benar-benar ada, ia membungkus luka-luka dengan doa.
Sungguh dia kuat. Mungkin juga terjadi bukan hanya pada diriku. Sebagian dari orang-orang pun pernah merasakan luka sedalam itu. Yang menangis diam-diam membaca undangan benar-benar ada.
Ia membungkus luka dengan doa-doa. Sungguh. Ia kuat. Dengan caranya menyembunyikan luka semoga Allah ganti yang terbaik, tak apa terlambat asal itu adalah takdir-Nya yang terindah.
Daftar Isi
- 1 Melepasmu Adalah Hidayah Terindah, Mengkihlaskanmu Karena Memohon Ridho-Nya. Begitulah Aku Mencintaimu Dengan Arah Kompas-Nya Tanpa Kata Ragu.
- 2 Untukmu Duhai Hati yang Telah Berusaha Tegar Melewati Beraneka Kekhawatiran, Tenanglah Seumpama Ketenangan Melati yang Berguguran.
- 3 Percayalah, Kelak Akan Ada Seorang Yang Menyediakan Separoh Jiwa Yang Akan Membesarkan Hatimu Hingga Hari-Hari Tua.
- 4 Izinkan Aku Tetap Mendoakan Yang Terbaik Untukmu, Meski Nanti Kita Tak Bersama
- 5 Aku Belum Menemukan Jiwa Lain Sebagaimana Dirimu, Dalam Sudut Kontemplasi Ini Ada Pecahan Ombak Di Tepi Mataku.
- 6 Ternyata Aku Belum Menyimpanmu Dalam Ruang Kecil Bernama Kenangan, Masih Bolehkah Aku Merindukanmu?
Melepasmu Adalah Hidayah Terindah, Mengkihlaskanmu Karena Memohon Ridho-Nya. Begitulah Aku Mencintaimu Dengan Arah Kompas-Nya Tanpa Kata Ragu.
Umpama senja meninggalkan gelap, Menikmati indahmu yang sesaat mendekap langit paham soal harap asa dan doa yang terus terucap.
Semesta suruh langit tuk beramanah lalu dititipkannya warna indah agar hadirnya jadi takdir tak terduga. Begitu juga dengan dirinya yang minta diikhlaskan agar kau tak jadi orang ketiga, antara Dia dengan dirinya.
Melepasmu itu hidayah terindah , Mengikhlaskanmu karena memohon ridhoNya. Begitulah dia mencintaimu dengan arah kompasNya. Tanpa kata ragu.
Untukmu Duhai Hati yang Telah Berusaha Tegar Melewati Beraneka Kekhawatiran, Tenanglah Seumpama Ketenangan Melati yang Berguguran.
Untukmu, Duhai hati yang telah berusaha tegar melewati beraneka ragaman kekhawatiran, tenanglah seumpama melati yang berguguran. Mengalirlah seperti air hujan yang telah ikhlas berjatuhan. Tenanglah setenang suara-suara jiwa yang selalu rindu pelukan Allaah. Tenanglah setenang dedaunan berlarian sesuai jadwal. Kuatlah seperti ombak-ombak yang terhempas di tepian pantai.
Bukankah kita sedang memperjuangkan adalah pertemuan? Semoga kepedihan akan perpisahan ini akan segera terobati. Dan semoga, kita bertemu sebagai sepasang ketenangan dalam dimensi paling haru.
Percayalah, Kelak Akan Ada Seorang Yang Menyediakan Separoh Jiwa Yang Akan Membesarkan Hatimu Hingga Hari-Hari Tua.
Padamu, sosok yang kelak menjadi pundak paling teduh saat diri ini mengeluh. Seseorang yang tak pernah pergi walau terkadang aku menyebalkan. Kamu, yang menerima kekuranganku. Yang akan berkata, ketidaksempurnaanku menyempurnakanmu.
Tak mengapa, jika kali ini kita menjadi dua orang asing. Berjalan pada jalur masing-masing. Silang yang saling berusaha menemukan. Mari belajar dulu. Bagaimana melawan ego sendiri, memposisikan diri, khusyu menyusun visi dan misi. Hingga nanti kita sama-sama bertemu di ujung mimpi.
Saat ini mungkin hanya bisa menatap langit-langit, tapi yakinlah doa kita menggantung di langit. Seperti awan di peraduan. Mengalirkan air jika memang sudah saatnya. Di waktu yang tepat. Doa-doa akan menjelma menjadi yang paling kita damba.
Mari, membaikan diri. Sama-sama memantaskan; menjadi pribadi yang berarti. Seperti pelangi, setelah tangisan langit resmi berhenti. Seperti pagi, setelah gelap semalaman menyelimuti muka bumi.
Artikel ini merupakan kumpulan dari status di instagram @diarihidupkita ****
Izinkan Aku Tetap Mendoakan Yang Terbaik Untukmu, Meski Nanti Kita Tak Bersama
Jika harus kusesali maka, tiada henti ku menangisi hal yang telah terjadi. Hanya saja, rasa cinta terus saja menggelora ketika ku harus bertemua dengan mu disetiap harinya. Memang benar. Aku telah salah telah berharap lebih terhadapmu. Aku telah berani mendahului takdir Allah yang sama sekali tidak kuketahui. Namun, sangat susah mengendalikan yang tidak main-main untuk ku cipta.
Ini salahku, mencintai seseorang yang tidak pasti ku miliki. Jadi, maafkan aku. Telah mengharapkanmu menjadi imam sampai hari tuaku. Tapi, izinku untuk tetap mendoakan yang terbaik untuk hal itu. Meski bukan kamu, tiada salahnya sesekali kan ku langitkan namamu bersama mimpi-mimpi yang kuingini.
Aku Belum Menemukan Jiwa Lain Sebagaimana Dirimu, Dalam Sudut Kontemplasi Ini Ada Pecahan Ombak Di Tepi Mataku.
Tiga purnama telah berlalu tanpa kabar darimu, namun aku masih saja menunggu. Kulihat perjalanan kali ini, ternyata telah banyak hal ku lalui; tawa karena hadirmu, dan juga sedih karena kehilangan sosokmu. Masih di kota ini; kota yang kau tinggalkan dengan penuh percaya diri, di setiap sudutnya terlihat seperti kau sedang berdiri disana sembari melambaikan tangan padaku.
Aku tersenyum, kemudian tersadar bahwa hal itu hanya delusi. Mataku basah seketika, rupanya kau benar-benar telah jauh pergi. Kau tahu? Tak ku temukan jiwa sepertimu pada sosok yang datang membawa pasti. Ada yang salah dengan diri ini sehingga merasa sakit tiada henti; berharap kepada manusia, dan mengabaikan cinta-Nya.
Allah maafkan aku karena di hatiku masih ada rindu yang lain, Allaah maafkan aku jika cinta dan rinduku tak sesempurna Rabi’ah Al-Adawiyah, Allaah maafkan aku tak sepatutnya aku merindukannya lagi. Jika dia memang pilihan-Mu, ku yakin kelak dia kan kembali.
Ternyata Aku Belum Menyimpanmu Dalam Ruang Kecil Bernama Kenangan, Masih Bolehkah Aku Merindukanmu?
Jika harus kusesali maka, tiada henti ku menangisi hal yang telah terjadi. Hanya saja, rasa cinta terus saja menggelora ketika ku harus bertemua dengan mu disetiap harinya. Memang benar. Aku telah salah telah berharap lebih terhadapmu. Aku telah berani mendahului takdir Allah yang sama sekali tidak kuketahui. Namun, sangat susah mengendalikan yang tidak main-main untuk ku cipta.
Ini salahku, mencintai seseorang yang tidak pasti ku miliki. Jadi, maafkan aku. Telah mengharapkanmu menjadi imam sampai hari tuaku. Tapi, izinku untuk tetap mendoakan yang terbaik untuk hal itu. Meski bukan kamu, tiada salahnya sesekali kan ku langitkan namamu bersama mimpi-mimpi yang kuingini