Pernikahan beda agama adalah salah satu isu paling sensitif dan kontroversial dalam masyarakat Muslim modern. Di satu sisi, ada desakan cinta dan tuntutan zaman. Di sisi lain, ada pagar-pagar syariat yang terasa kaku.
Syekh Muhammad Alfuli, dalam kajiannya, membahas tuntas masalah ini, memecah dilema menjadi dua hukum yang tegas dan satu zona abu-abu yang penuh risiko. Hasilnya? Sebuah peringatan keras yang harus didengar setiap Muslim yang sedang menjalin hubungan beda keyakinan.
Daftar Isi
Dua Hukum Mutlak yang Haram

Syekh Alfuli menekankan, ada dua jenis pernikahan beda agama yang hukumnya HARAM TOTAL berdasarkan kesepakatan ulama:
1. Wanita Muslimah Menikah dengan Pria Nonmuslim
Ini adalah larangan keras dan ijma’ (konsensus) ulama. Pria nonmuslim tidak memiliki otoritas spiritual atau kewajiban untuk menjaga agama istri dan anak-anaknya.
Peringatan Keras: Jika sudah terlanjur, wajib segera pisah. Hubungan suami-istri yang dilakukan dalam pernikahan ini dianggap sebagai ZINA di sisi Allah. Wajib akad ulang jika suami akhirnya masuk Islam.
2. Pria Muslim Menikah dengan Wanita Non-Ahli Kitab
Ini termasuk menikahi penganut agama selain Yahudi atau Nasrani (seperti Buddha, Hindu, Ateis). Hukumnya pun HARAM secara mutlak.
Zona Abu-Abu: Kontroversi Ahli Kitab
Lalu, bagaimana dengan pria Muslim yang menikahi wanita Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani)? Inilah titik perselisihan (khilafiah) yang dibahas mendalam.
Syekh Alfuli memilih pendapat yang memperbolehkan, namun sangat dimakruhkan (tidak disarankan), dengan satu syarat yang sangat krusial:
Boleh, tetapi Makruh: Pria Muslim boleh menikahi wanita Ahli Kitab, meskipun wanita tersebut sudah menyekutukan Allah (misalnya, percaya Trinitas) dan bukan keturunan Bani Israil.
Syarat Mutlak: Anak dari pernikahan tersebut WAJIB 100% dididik dan menjadi Muslim.
Penegasan Krusial: Jika ada keraguan sedikit pun bahwa akidah anak terancam atau tidak akan menjadi Muslim, maka hukumnya seketika bergeser menjadi HARAM!
Pendapat ini diambil karena adanya riwayat di zaman Rasulullah ﷺ di mana sahabat Zaid bin Tsabit menikahi Sirin, seorang wanita Nasrani yang bukan dari Bani Israil. Namun, izin ini datang dengan tanggung jawab yang luar biasa berat.
Jangan Korbankan Akidah Keturunanmu! (Kisah Nyata)
Meskipun secara fikih ada pintu kemudahan, Syekh Alfuli memberikan peringatan paling keras: Jangan mengambil risiko ini!
Beliau menceritakan kisah nyata dari kerabatnya: Seorang pria Muslim yang menikahi wanita Nasrani di Eropa, dengan niat kuat untuk mendidik anak-anaknya sebagai Muslim.
Namun, yang terjadi adalah:
Sang ayah bekerja 12 jam sehari, sementara yang menemani anak di rumah adalah ibunya yang Nasrani.
Istri, meskipun tidak terang-terangan mengajarkan agama Nasrani, tidak memberikan bimbingan Islam sedikit pun.
Anak-anak tumbuh dewasa dengan pondasi agama yang lemah, sehingga mereka sendiri akhirnya menikah dengan nonmuslim.
Puncaknya, cucu-cucu mereka akhirnya dibawa ke gereja, dibaptis, dan pindah agama.
Kesimpulan Syekh: “Kakek-kakek yang lain membawa cucunya ke masjid, tapi cucu ana dibawa ke gereja dan dibaptis.” Dampak pernikahan beda agama seringkali tidak terasa hari ini, tetapi akan menghancurkan akidah keturunan di masa depan.
Pernikahan adalah akad suci yang tujuannya menyelamatkan agama hingga akhirat. Jangan korbankan iman diri sendiri dan anak-cucu demi cinta yang bersifat sesaat di dunia.
Kamu juga bisa membaca artikel menarik lainnya seperti Benarkah Musik Mutlak Haram dalam Islam? Perspektif yang Akan Mengubah Pandangan Kamu
Response (1)