Pertemuan kita terjadi dengan cara yang tak disangka-sangka. Berawal dari sebuah keteledoranku yang lupa, akhirnya cerita kita bermula. Segalanya terjadi begitu saja.
Dengan cara yang teramat baik. Hingga aku lupa, mungkin saja semesta sedang bercanda. Menghadirkanmu seperti orang-orang yang pernah datang pada kesempatan sebelumnya, lalu meninggalkan luka lebih dalam dari apa yang pernah ku duga sebelumnya. Cerita kita mungkin tak sama dengan kebanyakan lainnya.
Ada hal yang perlu kita tutupi, karena masa lalu yang rasanya masih menghantui. Mungkin, cara awal kita menjalani ini salah. Bukan dengan keterbukaan yang seharusnya karena takut menyakiti satu dengan lainnya. Menutup mata karena hati kadang masih berkenan menerima, dan memaafkan kecewa yang kadang tak lupa menyapa sesekali diantara kita.
Hingga pada akhirnya, kita selalu memilih untuk memberi maklum, lagi dan lagi, karena tak ingin biarkan hati kembali hampa jika salah satu diantara kita memilih pergi meninggalkan luka.
Daftar Isi
- 1 Jatuh Cinta Kepadamu Membuatku Gila. Pun Bersamamu, Banyak Hal Gila Yang Ku Dapat Pada Akhirnya
- 2 Sayangnya, Semesta Memang Senang Bercanda. Hingga Dengan Segera Ia Menyudahi Waktu Kita Bersama
- 3 Mengapa Tuhan Mengizinkan Kita Bersama, Jika Harus Berpisah Pada Akhirnya
- 4 Berjuang Sekuat Tenaga Pun Tak Akan Mampu Mengubah Apa-Apa, Jika Salah Satu Diantara Kita Memang Tak Lagi Ingin Bersama
- 5 Pergilah Jika Memilih Untuk Akhiri Semua. Apapun Yang Terjadi, Kita Tetap Harus Melanjutkan Hidup Yang Ada
Jatuh Cinta Kepadamu Membuatku Gila. Pun Bersamamu, Banyak Hal Gila Yang Ku Dapat Pada Akhirnya
Segalanya terjadi begitu cepat. Perbincangan kita yang sering membahas apa saja. Kamu yang sering menjadi pendengar terbaik dari seorang yang sering ingin punya teman cerita yang menyenangkan, dan setiap waktu sempit yang kita temukan terasa begitu spesial walau berlalu dengan banyak hal sederhana yang seringnya kita lakukan bersama.
Menyadari waktu kita yang tak pernah lama, membuatku menghargai setiap detail yang kita miliki adanya. Tanpa gangguan, tanpa distraksi. Hanya ada kamu dan aku di tempat yang sama. Menghabiskan waktu bersama dengan apa yang ada. Jatuh cinta lagi sejak sekian lama, sejak mengalami luka yang begitu terasa dalam membuatku kini menjadi gila. Setidaknya itu yang mereka bilang. Karena nyatanya, aku tak diam saja.
Walau mereka bilang, perempuan hanya perlu menerima, tetapi denganmu aku ingin mengusahakan bersama. Berjuang semampu kita sebagaimana kapasitas yang ada. Hingga setiap waktu yang terlalui, seringnya membuatku lupa, bahwa perjalanan rasa kita, menghantarkanku pada banyak hal tak terduga lainnya.
Temukan banyak kesempatan baik yang kadangkala datangnya darimu juga. Dan masih temukanmu yang menjadi tempat berbagi cerita apapun yang terjadi di setiap perjalanan yang kita punya.
Sayangnya, Semesta Memang Senang Bercanda. Hingga Dengan Segera Ia Menyudahi Waktu Kita Bersama
Bersamamu aku belajar menunggu dengan tenang walau sulit dilakukan. Bersamamu aku berusaha berbaik sangka disetiap sibuk dan waktumu yang sering hilang. Bersamamu ada maaf yang tak pernah habis, ada pemaafan yang tak pernah bosan, dan ada peluk yang masih sama hangatnya untuk menyambutmu kembali seperti sedia kala.
Hingga segalanya menjadi sebuah kebiasaan. Lalu, aku kemudian terlena, pada mimpi-mimpi lama yang kini ku bangun ulang karena rasa percaya kepadamu. Bahwa kali ini, tak akan lagi ada residu luka yang ku terima, atau mungkin kehilangan yang begitu terasa menyiksa.
Mungkin, perjalananku memang belum boleh berhenti di kamu. Dengan segalanya yang datang tiba-tiba, tanpa persiapan sebelumnya, aku harus menerima apa yang sebenarnya terjadi diantara kita. Sakit yang ada, luka yang dulu kini bertambah dengan segera, sesak yang tiada kira sering datang setiap harinya.
Aku seperti kehilangan keseimbangan saat segalanya terjadi begitu saja. Lalu, kupikir semesta juga inginkanku untuk berhenti saat itu juga. Tetapi ternyata ia masih memintaku hidup sebagaimana mestinya. Menjalani hari walau kini harus kembali terseok seperti sedia kala.
Bersama luka yang terus menggerogoti diri disetiap kesempatan yang ada. Aku kini harus terbiasa, pada perpisahan denganmu yang meninggalkan banyak cerita berharga. Yang tentunya membuatku tak mudah untuk melupa. Tetapi, sedikitpun aku tak pernah menyesali pernah ada cinta diantara kita.
*****
Mengapa Tuhan Mengizinkan Kita Bersama, Jika Harus Berpisah Pada Akhirnya
Aku dulu pernah begitu mencintaimu. Mungkin saja kamupun merasakan hal yang sama. Seperti apa yang kamu tunjukkan padaku saat hubungan kita masih bersama. Aku sempat berpikir bahwa perasaan kita kan mampu membuat saling bertahan untuk satu dengan lainnya.
Tetapi sayangnya, segalanya hanya titipan. Pun tentang perasaan yang kita miliki pada akhirnya. Rasa kita bersama hingga titik ini adalah hasil dari banyaknya usaha yang kita lakukan bersama. Yang berusaha untuk saling mengerti dan memahami satu dengan lainnya. Dengan begitu banyaknya kekurangan dan cerita yang kita hadapi bersama dalam segala suasana.
Sayangnya, aku tahu bahwa akan ada titik jenuh pada diri kita. Yang bisa saja, saat itu kita tengah lengah. Membiarkan titik jenuh itu menjadi pemenang. Mendorong ego dan amarah yang terus-terusan menguasai. Tak lagi mampu saling meredam, mengingatkan.
Bahkan, peluk yang biasanya mampu menjadi jalan pertama sebelum kita saling berbicara, kini terasa tak lagi mampu melakukan apa-apa.
Tatkala jenuh itu menyapa, seringnya jika kita tak lagi mampu membendung satu dengan lainnya, kita akan memilih untuk berjarak sementara, terdiam sejenak, dan meredakan apa yang ada. Sayangnya, kali ini tidak. Rasa jenuh, itu kini menyelimuti. Bersama dengan ego dan amarah yang di perbesar hingga kita tak lagi mampu untuk menahan.
Berjuang Sekuat Tenaga Pun Tak Akan Mampu Mengubah Apa-Apa, Jika Salah Satu Diantara Kita Memang Tak Lagi Ingin Bersama
Aku tak menyalahkan perasaan jenuh yang datang. Bukankah itu sesuatu sangat wajar? Jeda yang ku beri, mungkin mampu membuat kita tetap menjadi dua insan yang tenang. Yang memberi jeda pada rasa, menimbang-nimbang banyak hal.
Ku pikir, masih akan ada berjuang bersama itu lagi setelah apa yang terjadi. Sayangnya, mungkin kali ini rasa kita bukan lagi alasan untuk bersama seperti biasa. Bahkan, apa yang kita perjuangkanpun tak terasa lagi seperti biasa karena mungkin rasa kita telah mati adanya.
Aku masih ingin tetap bersamamu. Karena nyatanya, tak ada alasan besar yang harusnya membuat kita memilih untuk mengakhiri hubungan. Masih ada banyak mimpi dan tujuan besar untuk kita wujudkan bersama.
Bahkan, aku masih tetap ingin menjadi apa yang kamu cari dalam segala suasana yang menimpamu seperti biasa. Sayangnya, semua alasan itu tak lagi ada dalam dirimu. Dan aku sadar, bahwa perasaan kita seharusnya masih kita rasakan bersama. Bukan hanya satu pihak saja.
Pergilah Jika Memilih Untuk Akhiri Semua. Apapun Yang Terjadi, Kita Tetap Harus Melanjutkan Hidup Yang Ada
Rasa itu, tak sepantasnya dipaksakan. Karena ia seharusnya murni, datang dari keduanya yang inginkan. Jika pilihan untuk mengakhiri itu menjadi pilihan akhir, aku tak lagi mampu berkata apa-apa kemudian.
Biarlah keputusan ini yang menjadi akhir dari segalanya jika memang itu yang diinginkan. Daripada harus terus bertahan tetapi meninggalkan luka mendalam tanpa mampu kita bendung lagi bagaimana nanti.
Memang tak mudah mengikhlaskan segalanya. Setelah banyak hal yang pernah kita lakukan bersama. Setelah banyak hal yang telah kita lalui bersama-sama. Selalu akan ada hal-hal yang membuat kita sulit lupa. Tetapi, kenangan itu akan tetap hidup sebagaimana mestinya.
Cerita-cerita kita pernah menjadi alasan membuat hari kita terasa begitu berbeda. Rasa kita bersama pernah membuat kita mampu menjalani hari dengan begitu hebatnya. Pergilah jika memilih pergi. Aku tak akan lagi memintamu untuk tetap disini. Walaupun tak mudah kehilanganmu, hidup tetaplah harus diusahakan berjalan sebagaimana yang kita mampu.
Terima kasih pernah hadir dalam hidupku.