Siapa Al Imam asyafi’i? Imam Syafi’i Namanya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as Saaib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththolib bin Abdi Manaf Al-Muththolibi al-Qurasyi.
Artinya Imam Syafi’i rahimahullahu taala nasabnya berjumpa dengan Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam di Abdil Manaf, nama singkatnya Muhammad bin Idris assyafi’i rahimahullahu taala di antara kaki buyut Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam .
Ada yang menjadi dua sahabat rasul pertama, sab kemudian putranya assyafi sab ini adalah pemegang bendera dalam Perang Badar. Tetapi dia di pihak musuh bukan di pihak Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam. Ketika kemudian Allah subhanahu wa taala menangkan Perang Badar maka saib ini kakek buyutnya Imam Syafi’i tertawan.
Kemudian di antara konsekuensi tawanan itu kalau ingin bebas, dia harus membebaskan dirinya dengan membayar uang jaminan. Kalau tidak memiki uang jaminan, maka bisa membaca dan menulis, maka dia harus mengajarkan anak-anak kaum muslimin.
Dan ini bentuk kecerdasan Rasul, makanya di antara hikmah Rasul memerintahkan bagi yang tidak bisa menebus maka dia harus mengajari baca dan tulis. Salah satu penulis Wahyu Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam adalah Zaid Bin Tsabit.
Dia lah yang kemudian mendapatkan hikmah dari pelajaran para tawanan yang mengajarkan baca tulis. Kepada beliau akhirnya menjadi seorang penulis Wahyu, karena saib ini memiliki harta maka dia menebus dirinya sendiri, kemudian dia pun bebas.
Belakangan ini, dia masuk islam dan menjadi sahabat Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, Idris Bin Abbas ini punya Putra namanya syafi’i, makanya kemudian dikenal dengan assyafi’i karena ayahandanya sudah masuk Islam, maka putranya syafi’ juga ikut masuk Islam di tangan Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.
Ini adalah silsilah Quraisy karena Imam Syafi’i itu keturunan dari Ahlul Bait keturunan dari almuolb sementara Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dari Hasyim Hasyim dengan Muthalib ini keduanya Putra Abdul Manaf Artinya bahwa Imam Syafii rahimahullahu taala ada hubungan kerabat dengan ahli baitin Nabi Muhammad.
Kamu juga bisa membaca artikel kami tentang Psikologi Agama : Mengapa Kita Percaya?
Imam Syafi’i ini satu di antara Imam empat mazhab yang sangat populer.
Mazhab itu yang paling tua yaitu Imam Abi Hanifah, kemudian Imam Malik kemudian Imam Syafi’i kemudian Imam Ahmad. Inilah yang disebut dengan madzahibul Arba menurut ahli Sunah Wal Jamaah tentunya dan dia adalah pencetus Mazhab Syafi’i pencetus mazhab Syafi’iyah yang banyak tersebar di berbagai macam negara.
Termasuk negara kita Indonesia, mayoritas bermazhab Syafi’i dan dia adalah orang yang pertama kali mengasas ilmu usul fikih dikarangnya satu kitab namanya Arrisalah . Imam Ahmad pernah mengatakan lamun khus umyaii kata Imam Ahmad dulu kami tidak bisa mengenal mana yang khusus mana yang umum, ada ayat umum dikhususkan dengan hadis rasul atau ayatusus kan yang umum.
Dulu kami tidak bisa mengenal itu istimbat-istimbat seperti itu sampai datang Imam Syafi’i, kemudian mengarang kitab Arrisalah sehingga para ulama menobatkan bahwa orang yang pertama kali mengarang ilmu Ushul fikih adalah Imam Syafi’i.
Walaupun Ada pendapat yang lain bahwa yang pertama kali Letakkan ilmu usul fikih adalah Abu Yusuf dan Muhammad assyaibani dua-duanya murid Abi Hanifah. Ada yang mengatakan seperti itu ada yang mengatakan Abu Yusuf dan Muhammad assyaibani tapi pendapat yang masyhur bahwa yang pertama kali meletakkan ilmu Ushul fikih adalah Imam Syafi’i.
Imam Syafi’i memiliki keahlian bahasa yang fasih, bahasa Arab yang fusah, seorang penyair, Pujangga hebat, bukan itu saja dia suka memanah.
Imam Syafi’i itu suka memanah olahraganya, memanah banyak permainan anak-anak di zaman itu tapi Imam Syafi’i gak mau dia suka memanah dan panahannya tidak pernah meleset dan Imam Syafi’i rahimahullahu taala adalah Imam dalam iman dan takwa.
Syafi’i membagi malam itu menjadi tiga bagian, di awal malam Imam Syafi’i rahimahullahu taala gunakan untuk menulis, di pertengahan malam maka Imam Syafi’i melaksanakan salat dan di akhir malam Imam Syafi’i tidur dan begitulah keseharian Imam Syafi’i rahimahullahu taala.
Imam Syafi’i ini banyak didoakan kebaikan para ulama sampai-sampai Imam Ahmad rahimahullahu taala selalu mendoakan Imam Syafi’i dalam salatnya. Selama 40 tahun didoakan kebaikan, bayangkan tidak ada hubungan Imam Ahmad dengan imam Syafi’i kecuali hanya hubungan ilmu di mana Imam Ahmad banyak belajar kepada Imam Syafi’i.
Itulah Ikhwan adab akhlak thabul Ilmi, haruslah mendoakan kebaikan siapun yang berjasa kepada anda terutama guru-guru, ustaz-ustaz, doakan. Makanya kalau kita sering membaca kitab para ulama, para ulama memberikan contoh kepada kita apabila menukilkan perkataan, para ulama jangan tinggalkan kata-kata rahimahullah.
Kamu bisa langsung mendengarkan kisah selengkapnya di akun Youtube berikut ini.
Pendidikan Imam Syafi’i
Pada waktu beliau hidup di tengah-tengah masyarakat, mula-mula belajar dengan Muslim bin Khalid al-Zinji, kemudian beliau melanjutkan pengembarannya ke Madinah, di mana menemui Imam Malik untuk minta ijin agar diperkenankan meriwayatkan hadits-haditsnya.
Sebelum Imam Malik mengijinkannya, Imam Syafi’i sempat ditest untuk membacakan kitab al-Muwatta’ dihadapannya, kemudian beliau membacanya di luar kepala. Setelah belajar kepada Imam Malik, pada tahun 195 H.
Beliau pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu dan mengambil pendapat-pendapat dari murid- murid Imam Abu Hanifah, dengan cara bermunazarah dan berdebat dengan mereka, selama dua tahun beliau berada di Baghdad kemudia beliau ke Makkah, dilanjutkan ke Yaman, beliau berguru pada Matrak bin Mazin dan di Irak beliau berguru kepada Muhammad bin Hasan.
Diantara guru-guru beliau ada yang beraliran tradisional atau aliran hadits. Seperti Imam Malik dan ada pula yang mengikuti paham Mu’tazilah dan Syiah. Pengalaman yang diperoleh Imam Syafi’i dari berbagai aliran Fiqh tersebut membawanya ke dalam cakrawala berpikir yang luas, beliau mengetahui letak keturunan dan kelemahan, luas dan semptinya pandangan masing-masing madzhab tersebut, dengan bekal itulah beliau melangkah untuk mengajukan berbagai kritik dan kemudian mengambill jalan keluarnya sendiri.
Mula-mula beliau berbeda pendapat dengan gurunya Imam Malik. Perbedaan ini berkembang sedemikian rupa sehingga ia menulis buku Khilaf Malik yang sebagian besar berisi kritik terhadap pendapat (Fiqh) madzhab gurunya itu.
Beliau juga terjun dalam perdebatan perdebatan sengit dengan Madzhab Hanafi dan banyak mengeluarkan koreksi terhadapnya.
Dari kritik- kritik Imam Syafi’i terhadap kedua madzhab tersebut akhirnya ia muncul dengan madzhab baru yang merupakan sintesa antara fiqh ahli hadits dan fiqh ahli ra’yu yang benar-benar orisinil. Namun demikian yang paling menentukan orisinalitas Madzhab Syafi’i ini adalah kehidupan empat tahunnya di Mesir.