Tragedi Sudan: Kisah Kelam Perang Saudara yang Berawal dari Mafia Emas dan Pengkhianatan!

0

Di tengah hiruk pikuk berita global, sebuah tragedi kemanusiaan yang sunyi sedang merobek-robek jantung Afrika: Perang Saudara Sudan. Jauh dari sorotan media internasional, ribuan nyawa telah melayang, puluhan ribu orang mengungsi, dan kekejaman yang tak terbayangkan terjadi setiap hari.

Ini bukan sekadar konflik internal biasa. Ini adalah kisah kompleks tentang ambisi politik, pengkhianatan militer, dan kerakusan ekonomi yang melibatkan pemain domestik dan kekuatan asing.

Angka yang Mengerikan: Bencana Kemanusiaan yang Sunyi

Bayangkan, dalam konflik ini, diperkirakan 35.000 hingga 150.000 orang telah mati syahid. Lebih dari 5.000 kasus pemerkosaan dilaporkan, dan 5% penduduk Sudan terancam kelaparan. Yang paling menyakitkan: pihak yang bertikai, mayoritasnya, adalah sesama Muslim.

Bagaimana negara yang pernah bersatu dengan Mesir hingga tahun 1956 ini bisa terperosok ke dalam jurang kehancuran? Jawabannya terletak pada sejarah panjang kudeta dan munculnya sebuah entitas paramiliter yang kini menjadi momok paling menakutkan: Rapid Support Forces (RSF).

Dari Mafia Unta Menjadi Pasukan Elit: Kelahiran RSF

Akar masalah ini bermula pada masa pemerintahan Jenderal Umar Al-Basyir (berkuasa sejak 1989), terutama saat Perang Darfur (2003) meletus.

Membentuk Proxy: Militer Sudan dituduh melakukan kejahatan perang di Darfur. Untuk menangkis tuduhan global, Al-Basyir melakukan langkah berbahaya. Dia menjalin kerja sama dengan kelompok mafia Muslim Arab dari selatan yang dikenal sebagai Aljanjawid—kelompok penggembala unta yang beroperasi di bidang terlarang.

Mencuci Tangan: Al-Basyir mempersenjatai Aljanjawid, menjadikannya ‘pasukan pengganti’ untuk melakukan perang kotor. Jika dunia bertanya, Al-Basyir tinggal menjawab: “Itu urusan milisi, bukan militer resmi kami.”

Read More :  Shalat Istikharah dan Tahajud, Memohon Kepada Allah Untuk Dipermudahkan Jodoh

Pengkhianatan yang Sempurna: Setelah Sudan Selatan berpisah pada 2011, Al-Basyir ketakutan akan kudeta dari militernya sendiri. Ia memanggil Aljanjawid ke ibu kota, mengubah namanya menjadi RSF, dan memberi mereka pangkat militer resmi. Tujuan RSF hanya satu: melindungi Al-Basyir dari militernya sendiri. Ironisnya, ketika demo besar pecah pada 2018-2019, RSF justru bersekutu dengan Militer Resmi untuk menggulingkan Al-Basyir!

Perebutan Kekuatan dan Intervensi Asing

Pasca-penggulingan Al-Basyir, Sudan memiliki tiga pemimpin:

  • Burhan (Pemimpin Militer Resmi
  • Hamitti (Pemimpin RSF)
  • Hamduk (Perdana Menteri sipil)

Melihat upaya Hamduk untuk mengintegrasikan RSF ke dalam Militer Resmi, Burhan dan Hamitti kembali bersekutu untuk menggulingkan Hamduk pada Oktober 2021. Sudan kini hanya memiliki dua kepala: dua jenderal yang memiliki dua militer dalam satu negara—sebuah resep bencana.

Perang tak terhindarkan ketika Burhan menuntut RSF tunduk di bawah Militer Resmi, sementara Hamitti berkeras RSF harus mandiri. Pada April 2023, pecahlah perang saudara.

Kenapa Perang Ini Terus Berlanjut? Jawabannya: Emas!

Di balik idealisme dan perebutan kekuasaan, ada motif yang lebih gelap: kekayaan alam Sudan.

Sudan adalah negara yang sangat kaya. Jika seluruh tanahnya digarap, hasil panennya cukup untuk memberi makan seluruh benua Afrika. Namun, daya tarik utamanya adalah emas.

Milisi RSF, yang dikenal sangat brutal—rutinitas mereka adalah membunuh pria, memperkosa wanita dan anak-anak, dan menjarah harta—terus didukung dan dibiayai oleh salah satu negara Arab di luar Afrika. Kenapa? Karena RSF mengirimkan emas Sudan yang tak ternilai harganya kepada negara pendukung tersebut.

Ini adalah perang proksi. Kekejaman yang terjadi di Al-Fasyir, Darfur Utara—tempat mobil melindas warga dan kekerasan tak terperi—adalah harga yang dibayar rakyat Sudan demi kerakusan asing. Bahkan, konflik ini dikaitkan dengan Israel, yang memiliki hubungan dekat dengan negara pendukung RSF, mengisyaratkan campur tangan global yang lebih luas.

Read More :  Andaikan Kita Memang Berjodoh, Sangat Mudah Bagi Allah Untuk Menyatukan Kita

Pesan Penting: Bersatu atau Hancur

Tragedi Sudan adalah pengingat yang pahit. Jangan sampai kita melupakan saudara-saudara kita di sana. Bersuara untuk Palestina adalah wajib, tetapi bersuara untuk Sudan juga adalah kewajiban kemanusiaan.

Yang paling utama, kisah Sudan mengajarkan kita satu hal: Persatuan adalah kekuatan, perpecahan adalah kehancuran. Negara-negara asing selalu memulai penghancuran dengan memecah belah masyarakat. Jika kita ingin kuat dan mampu menghadapi niat buruk dari luar, kita harus tetap bersatu.

Kamu juga bisa membaca artikel menarik lainnya seperti Maulid Nabi: Bid’ah Sesat atau Ekspresi Cinta? Pencerahan dari Syekh Muhammad Al Fuli

Sumber dan referensi artikel : Syekh Muhammad Alfuli (Kanal YouTube Syekh Muhammad Alfuli)

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *